Saturday, 27 December 2014

Negara yang Berkembang dengan Baik dalam Aspek Sosial (Korea Utara)

Korea Utara : Kediktatoran, Kemiskinan, dan Hak Asasi Manusia

Kediktatoran Korea Utara
Seperti yang telah diketahui bahwa Korea Utara dan Korea Selatan sebelumnya merupakan suatu kesatuan. Keadaanpun mengalami perubahan ketika Korea terbagi menjadi dua ketika terjadinya proxy war pada masa Perang Dingin. Proxy war merupakan konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan aktor pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung  (Bar-Siman-Tov, 1984 dalam Dandan, t.t). Efek dari terjadinya proxy war yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah terbaginya wilayah Korea menjadi dua, yakni Korea Utara yang diduduki pihak Uni Soviet serta Korea Selatan yang diduduki Amerika Serikat. Namun, ketika berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet terjadilah gencatan senjata antara Korea Utara dan Korea Selatan hingga saat ini. Selain itu, saat ini Korea Utara dikenal sebagai negara yang isolasionis dari dunia internasional serta memiliki senjata nuklir yang sangat membahayakan makhluk di bumi.

Seperti yang telah diketahui, Korea Utara merupakan negara yang memiliki reaktor nuklir. Negara ini merupakan salah satu negara yang berada dalam kekuasaan komunis. Korea Utara yang mengisolasi dirinya dari dunia internasional masih dipertahankan hingga saat ini. Berdirinya negara ini dimulai pada tahun 1948 setelah terjadinya Perang Dunia II yang sangat pelik. Kemudian, negara ini dipimpin oleh Kim Il Sung yang memimpin Korea Utara selama hampir lima puluh tahun. Ketika memimpin Korea Utara, Kim Il Sung memproklamirkan filosofi Juche pribadi yang menjadi cahaya penuntun pembangunan Korea Utara. Setelah memimpin Korea Utara selama hampir lima puluh tahun, Kim Il Sung wafat pada tahun 1994, namun jabatan yang diembannya sebagai Presiden Korea Utara melekat abadi padanya (bbc.com, 2014).

Apa yang terjadi di Korea Utara sangat berbeda dengan yang terjadi di Korea Selatan. Jika saat ini Korea Selatan sedang gencar-gencarnya menyebar luaskan Korean Wavenya untuk mendapatkan pemasukan negara yang lebih besar dalam bidang entertainment, maka Korea Utara sedang mengalami masa keterpurukan dimana kondisi domestik Korea Utara yang tidak stabil sehingga masyarakat Korea Utara banyak yang mengalami kelaparan dan secara signifikan telah mengurangi jumlah populasi masyarakat Korea Utara itu sendiri. Sejarah kediktatoran yang terjadi di Korea Utara bermula ketika pada tahun 1953, basic institutions di Korea Utara berubah menjadi keras. Selain itu, tidak hanya basic institutions saja yang semakin kaku, kepemimpinan di Korea Utara juga semakin berkubu-kubu. Kemudian, ketika Kim Il Sung menjabat sebagai pemimpin Korea Utara, ia menjadi satu-satunya pemimpin absolut dimana rakyat Korea Utara harus memujanya melebihi Stalin maupun Mao Zedong (Seth, 2011:340). Kediktatoran Kim Il Sung semakin menjadi-jadi ketika Korea Utara memprioritaskan penggunaan sumebr daya alam maupun energinya guna memperkuat kekuatan militer Korea Utara. Selain itu, Korea Utara sedang sibuk untuk pencukupan diri atau self-sufficiency yang berujung pada semakin kakunya atau diktatornya pemerintah Korea Utara, negara paling isolasionis di dunia, serta meningkatnya anakronism. Bentuk pemerintahan Korea Utara yang kaku ini, disebutkan Seth (2011:340) bahwa sebagian dipengaruhi oleh apa yang diterapkan Stalin dalam masa kepemimpinannya, dimana konsep tersebut menyebabkan hilangnya rasa kepercayaan masyarakat Uni Soviet dan Cina. Hal ini sangat kontras dengan apa yang terjadi di Korea Selatan yang pada saat itu, Korea Selatan sedang gencar-gencarnya memperluas pasarnya dengan meningkatkan impornya.

Pemerintahan Korea Utara mulai berdiri secara independen ketika berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1990an. Setelah itu, Pemerintah Korea Utara Pemeintah Korea Utara menyerukan pada rakyat Korea Utara untuk menerima hardship march atau lebih tepatnya socialist hardship march yang berada dibawah naungan red flag thought (Chung, 2004: 287-288). Namun sayangnya sistem perekonomian Korea Utara yang sosialis, nampaknya belum diaplikasikan secara penuh di Korea Utara. Hal inilah yang dialami Korea Utara pada masa awal berdirinya negara tersebut. berbagai kelangkaan seperti makanan, obat, energi, bahkan kebutuhan dasar manusia. Sedangkan secara teoritis realita tersebut tidak seharusnya terjadi pada negara sosialis seperti Korea Utara. Menghadapi kenyataan tersebut banyak masayarakat Korea Utara yang meninggalkan partainya karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Korea Utara. Selain itu, guna mengakhiri penderitaan tersebut masyarakat Korea Utara meminta Pemerintah untuk meminjam dana dari Komunitas Aid Internasional.

Ditengah kondisi yang sangat memprihatinkan di Korea Utara tersebut, terjadilah reorganisir struktur politik. Selain itu, Korea Utara juga melakukan pembenahan perekonomian dari goncangan krisis dengan menerapkan rencana perekonomian domestik pada tahun 1998 (Chung, 2004: 288). Hal tersebut ditandai dengan perubahan Konstitusi Korea Selatan yang dimulai dengan pembentukan sistem negara yang baru. Dalam Konstitusi baru yang dikenal dengan Kim Il Sung Konstitusi tersebut, menandai berakhirnya State Presidency atau yang dikenal dengan Chusok dan Central People Committee (CPC). Sementara itu, ketika peran Chusok dan CPC  ini dihapuskan diperkuatlah peran National Defense Committee (NDC) serta dibentuknya kembali Kabinet dalam Struktur Kekuasaan dalam aspek tertentu. Selain itu, Konstitusi Kim Il Sung ini juga mengatur menegnai aspek ekonomi seperti harga  dasar, laba, serta memperoleh asosiasi dengan law of value (Chung 2004:288). Lalu, Korea Utarapun merombak kebijakan-kebijakan pemerintahannya menjadi Economic Management Improvement pada bulan 1 Juli tahun 2002 (Chung, 2004:283). Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang diterapkan selama ini belum berhasil mewujudkan restruktrisasi perekonomian Korea Utara yang tengah terpuruk karena terlalu berfokus pada politik.

Di tengah tidak stabilnya Pemerintahan Korea Utara, masyarakat Korea Utaralah yang merasakan dampak paling vital dari permasalahan tersebut. Hal tersebut diperjelas dengan penelitian yang dilakukan National Intelligence Council (Bennet dan Lind, 2011:91) yang menyatakan bahwa  setengah dari anak – anak Korea Utara mengalami kekerdilan dan kurangnya berat badan, sementara itu dua pertiga remaja Korea Utara mengalami malnutrisi atau kekurangan darah. Kondisi yang sangat memprihatinkan di Korea Utara tersebut telah membunuh ratusan masyarakat Korea Utara. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah yang terlalu fokus pada militer sehingga supplai makanan serta minimnya fasilitas kesehatan telah mengakibatkan turunnya populasi penduduk Korea Utara dengan jumlah yang cukup signifikan. Selain itu, guna menjaga stabilitas dalam negeri Korea Utara seharusnya pemerintah menyediakan infrastruktur yang memadai. Oleh sebab itu, faktor pendukung pencapaian stabilitas Korea Utara seperti jalan raya, pelabuhan, rel kereta api, serta bandara ini merupakan jalur komunikasi yang menghubungkan wilayah-wilayah di Korea Utara.

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa krisis yang saat ini terjadi di Korea Utara tidak dapat dilepaskan dari kediktatoran pemimpin negara tersebut. Pemerintah Korea Utara terlalu fokus pada militer dengan mengedepankan pengolahan sumber daya alam untuk kepentingan militer. Sementara itu, rakyat Korea Utara belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal tersebut didasarkan pada keadaan rakyat Korea Utara yang banyak mengalami kelaparan hingga kekurangan gizi karena kurangnya suplai makanan. Selain pada aspek sosial, kediktatoran pemerintahan Korea Utara yang saat ini dipimpin oleh Kim Jong Un. Dalam kepemimpinannya, Kim Jong Un menghukum mati pamannya yang bernama Jang Song Thaek yang dianggap pemberontak rezim yang dipimpinnya. Walaupun berstatus sebagai pamannya, Kim Jong Un menyetujui hukuman mati yang dialamatkan pada pamannya tersebut. Menurut Kim Jong Un (dalam Kawilarang dan Armandhanu, 2013) Jang dengan putus asa mencoba membentuk faksi dalam partai dengan menciptakan ilusi tentang dirinya dan berhasil mengambil hati para pendukungnya serta orang-orang yang berkeyakinan lemah. Sehingga, hukuman mati yang dijatuhkan pada Jang Song Thaek tersebut dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2013 lalu.

Referensi:

Bbc.com. 2014. “ North Korea Profile” [online] dalam http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-15256929 (diakses pada 11 April 2014)

Bennet, Bruce W & Lind, Jennifer. 2011. “The Collapse of North Korea: Military Missions and Requirements”. International Security. Vol. 36, no. 2, pp. 84-119.
Chung, Young Chul. 2004. “North Korean Reform and Opening: Dual Strategy and ‘Silli (Practical) Socialism”. Pacific Affairs, vol. 77, no. 2, pp. 283-304.
Dandan, Salem B.S. t.t. “On Proxy War”, dalam Danish Political Science Annual Meeting, 25 – 26 Oktober DPSA. University of Copenhagen : Department of Political Science dalam http://dpsa.dk/papers/On%20Proxy%20War.pdf (diunduh pada 31 Maret 2014)
Kawilarang, Renne R.A dan Armandhanu, Denny. 2013.”Hukum Mati Paman Sendiri, Kim Jong Un Mantap jadi Diktator Muda” [online] dalam http://fokus.news.viva.co.id/news/read/466166-hukum-mati-paman-sendiri--kim-jong-un-mantap-jadi--diktator-muda- (diakses pada 11 April 2014)
Seth,  Michael J. 2011. “A History of Korea: from Antiquity to the Present”. Plymouth: Rowman & Littlefield Publishers, Inc. Ch. 12 & 15, pp. 339-372; 437-464.

No comments:

Post a Comment